Rabu, 05 November 2014

Sekilas Tentang Buton

Benteng Keraton Buton

Masjid dan Tiang Bendera




Kesultanan Buton terletak di Kepulauan Buton (Kota Bau-Bau), Provinsi Sulawesi Tenggara, di bagian tenggara Pulau Sulawesi yang secara geografis merupakan kawasan timur jazirah tenggara pulau Celebes/Sulawesi. Pada zaman dahulu memiliki kerajaan sendiri yang bernama kerajaan Buton dan berubah menjadi bentuk kesultanan yang dikenal dengan nama Kesultanan Buton. Nama Pulau Buton dikenal sejak zaman pemerintahan Majapahit, Patih Gajah Mada dalam Sumpah Palapa, menyebut nama Pulau Buton.
Benteng Keraton Buton adalah bekas peninggalan Kesultanan Wolio/Buton. Benteng Keraton ini juga masuk Guiness of Record tahun 2006 dan rekor MURI sebagai benteng terluas di dunia. Panjang keliling benteng tersebut 3 kilometer dengan tinggi rata-rata 4 meter dan lebar (tebal) 2 meter.
Benteng Keraton Buton ini terdiri atas susunan batu gunung bercampur kapur dengan bahan perekat dari putih telur. Luas seluruh kompleks yang dikitari benteng meliputi 401.911 m2. Area yang demikian luas itu mengalahkan benteng terluas di dunia sebelumnya yang berada di Denmark. Di dalam kompleks benteng dikenal dengan kelurahan Melai, dimana wilayah ini merupakan kawasan terpadat di kota Bau-Bau. Banyak objek menarik di dalam benteng Keraton Wolio, seperti Batu Popaua, Masjid Agung, Makam Sultan Murhum (Sultan Buton pertama), tiang bendera,  batu Wolio (konon, disekitar batu ini tempat ditemukannya seorang putrid cantik bernama Wakaa-Kaa yang dikatakan berasal dari Tiongkok yang mana merupakan Raja Buton pertama), serta meriam-meriam kuno yang terdapat di tepi-tepi benteng ini.
              Di tengah benteng terdapat sebuah masjid tua dan tiang bendera yang usianya sangat tua sekitar 400 tahunan. Yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Buton III La Sangaji Sultan Kaimuddin atau dikenal dengan julukan ‘Sangia Makengkuna’ yang memegang takhta antara tahun 1591-1597.  Ada sedikit bau mistik di dalam masjid tua itu. Di belakang mimbar khatib terdapat pintu gua yang disebut ”pusena tanah” (pusat bumi) oleh orang-orang tua di Buton. Konon dari dalam gua itu keluar suara azan pada suatu hari Jumat. Peristiwa itu menjadi latar belakang pendirian masjid di tempat tersebut. Ketika masjid itu direhabilitasi pada tahun 1930-an, pintu gua tadi ditutup dengan semen sehingga ukurannya lebih kecil menjadi sebesar bola kaki. Lubangnya diberi penutup dari papan yang bisa dibuka oleh siapa yang ingin melihat pintu gua itu.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar